Pulanglah ke Pundakmu

Mungkin wajahku ada untuk sempat kau kenal. Entah kamu memilih untuk mengenangnya atau tidak. Mungkin kisah-kisah yang seharusnya kita baca bersama harus selesai sebelum dimulai.

Entah kamu barangkali lupa atau  berpura-pura saja dan tidak sempat lagi hanya sekedar bicara sesaat. Hingga esok, antara kita hanya jejak terputus. Sebab kita ter(di)paksa mengerti untuk menyelsaikan yang tak boleh di mulai.

Kamu, ceritamu, biar kembali pada cakrawala yang mewadahinya, menampung kecewa, meregangkan nelangsa, dan kecemasan tidak lagi harus disembunyikan.

Jika birunya bisa menuntaskan kerinduan angin pada suara dan gelak tawa atas burung-burung yang kemudian berkicau silih menyahut.

Pulanglah, karena cakrawala adalah tempatmu..

Jika pada cakrawala itulah burung-burung dapat membentangkan sayapnya bebas, maka akan ada satu pundak yang menopangmu dari sekian banyak dahan.

Pulanglah, karena pundak itu milikmu…

Image

Ya, sungguhpun benar Jika kita pernah punya waktu untuk sekedar barangkali duduk atau berbisik, dan sungguhpun kita pernah tahu dimana berada dan sampai dimana.

Kukira saat itu kamu bercerita ketika aku lagi tak mendengarnya. hingga tak usah lagi aku bertanya kemana kau akan memanduku. Meskipun aku hanya ingin sembunyi untuk tak mendengar apa yang belum juga kau sebut tentang cakrawalamu.

Kini kita tahu bagaimana belajar membaca kisah. Pundakmu lebih dulu merengkuhmu dibanding cerita bodoh yang terlalu muda untuk dibuat.

Pulanglah ke pundakmu. Jika pundak itu tak lagi mengajarkanmu bagaimana cara memiliki, kelak kita akan punya waktu kembali untuk memulai cerita.

Fittrie Meyllia

Bumi Asri. 08.48 AM. 5th September 2012.

Blog at WordPress.com.

Up ↑