Aku Pergi

Aku harus pergi ke tempat yang tak akan mencari lagi, tak akan mengejar lagi. Tempat yang tak akan menunjukan jalan menuju kamu lagi, sampai kapanpun, sampai seharusnya kamu lupa pernah melepaskan uluran tanganku. Sampai semestinya kamu lupa pernah mencariku.

Aku pergi bukan karena merasa lelah, aku mundur bukan karena merasa kalah.
Kau saja tidak pernah mengizinkanku bertarung dalam permainanmu, bukan? Jadi bagaimana bisa aku lelah dan kalah? Aku hanya penyimak yang dengan sengaja membiarkan hati menunggumu di luar arena.
Dan kau hanya berisyarat agar aku tetap diam tak kemana.
Tadinya, aku ingin menyaksikanmu hingga selesai. Siapa menjuarai siapa dan untuk berapa lama.
Tapi bagiku, tak ada artinya. Tak lebih dari kesia-siaan memalukan. Pada akhirnya kamu tidak akan menemuiku. Barang sebentar bertanya soal hati. Tidak sama sekali.
Hingga lantas aku pergi, kau tak sadar juga ada langkah yang bergerak mundur, ada pijakan yang tinggal jejak.
Padahal daripadanya, kamu pernah terlampau tertawa, melepas penat dan semu.
Dan daripadanya nanti, akan kukirimkan senyum selamat untukmu. Yang pada akhirnya Tuhan kirimkan untuk menjagamu. Semoga yang membuatmu tak akan pernah menangis, tak akan pernah kecewa lagi.

Aku pergi, tidak untuk dicari tidak untuk dikejar. Bukan untuk bercanda dan bukan untuk kembali. Hanya karena memang sudah saatnya harus pergi.

Jakarta, 27 Februari 2015 00.23
Fittrie Meyllia

Rindu

Entah apa namanya, jika rindu datang ketika sang pemiliknya akan segera meretas sepi dengan cerita baru yang sakral. Menggenapkan jiwa lewat perjanjian suci.

Rinduku, mungkin lebih tajam dari itu, tak peduli ini akan dianggap sebagai kekejaman atau kealfaan.
Aku mencintaimu lewat rinduku,
Aku membencimu lewat rinduku.
Aku tak pernah peduli apakah rinduku usai ketika melihat wajahmu, aku tak pernah peduli apakah rinduku selesai karena mendengar suaramu. Sungguh aku tak peduli itu.
Bukankah tempat yang paling pasti untuk mencintai adalah hati??
Maka biar sajalah hati yang tau pasti dimana rindu bisa bersandar.
Biarkan rindu tetap menjadi rindu. Karena pada akhirnya mencintai, melupakan, atau keduanya sama sekali tidak akan mengantarkan rinduku pada peraduannya, bukan?
Biar aku mencintaimu seperti ini. Seperti si burung hantu yang bertahan di siang hari tanpa mata.
Seperti setiap cangkir teh pertama di pagi hari, cukup memberi semangat sederhana.

Dan biar kamu juga tetap seperti itu. Seperti langit luas yang selalu tak akan bisa kulukis dengan sempurna, takan pernah selesai.
Aku tak akan mengejarmu. Aku tak akan mencari penawar peluhku dengan cara itu.
Aku hanya sedang menulis doa tentang hari seperti pagi yang hangat, bersamamu dengan secangkir teh memandang langit.
Dan aku harus mulai belajar berhenti untuk itu.
Biar sajalah rinduku menjelma sebatas doa kebaikan untukmu.

Mungkin saja kelak, kita akan dipertemukan kembali, entah sebagai sepasang yang saling mengasihi atau sebagai asing yang pernah saling mengenal. Atau mungkin tidak sama sekali.

Fittrie Meyllia
Tajur halang, 13th February 2015, 7.13 pm

20150213-201112.jpg

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑