Traveling Back to Japan with 5mo baby and 3yo toddler! Emang bisa? 

Ya bisa, gimana aja caranya. Meskipun banyak yang memilih untuk menunda perjalanan apalagi perjalanan jauh, bawa 2 anak, salah satunya bayi! 

Terus ko berani? kan kasian bayinya, mana ribet lagi nanti. 

Sebagai mantan tour guide, traveling bawa anak2 itu kerjanya kerasa 2 kali, ya perjalanannya harus cari elevator, kalo ga gotong stroller, belum rewelnya.. hahaa.. 

tapi setelah melalui banyak pertimbangan, dan rencana yang sudah di desain jauh-jauh hari. Saya dan suami memutuskan untuk tetap traveling “sepaket”, waktu itu pilihannya saya berangkat sendiri karena satu dan lain hal, atau berangkat sepaket sambil liburan wkwk..

Saya dan suami bukan tipe yang ribet semua di bawa dan harus terstandarisasi kebutuhannya. Pokonya aturan mainnya, barang ga mau bawa banyak, bawaan anak2 disubtitusi tapi tetap terpenuhi. 

Singkat cerita, ini tips dari kami:

Packing

Percaya ga percaya, kami baru packing itu H-1  sebelum perjalanan bahkan beberapa jam sebelum berangkat ke airport, karena waktu itu sempat ada drama suami sakit ke Rumah Sakit, anak bayi H-2 perjalanan agak demam. Pusinglah mamak ga tidur dan stress ngurus rencana perjalanan.

Ok, apa aja yang dibawa? Split barang kebutuhan dewasa dan barang kebutuhan anak, sebagian dari kebutuhan anak bisa menyewa (kebetulan si bayi masih full dbf dan belum makan, jadi printilannya ga banyak). Untuk 10 hari perjalanan: 

  • 4 sampai 5 pasang pakaian dewasa (sering cek ramalan cuaca di lokasi supaya gak salah kostum, berhubung kami berangkat sudah late spring, jadi baju yang kami bawa ga tebel amat, tapi kami bawa 1 outfit untuk di area salju, 1 jaket tahan air sbg antisipasi hujan, sisanya bisa di mix- match dan pake-cuci kering-pake). 
  • 8 potong masing masing pakaian anak (pakaian anak2 ini penting karena ada risiko harus ganti sehari 2 kali, bisa karena noda, poop, pipis, atau keringetan). Tetap konsep pake-cuci kering-pake jadi prioritas.
  • popok. Bisa sih beli di Jepang, tapi mahal, jadi kami putuskan bawa.
  • 2 pasang sepatu masing-masing.
  • Stroller anak (saya cuma bawa 1 saja yg gimana caranya kecil bisa dlipat dan di gendong backpack, bisa gantian untuk bayi dan toddler. Akhirnya sewa: pilihannya bisa macem2 ya.. ada pock-it, cocolatte minima, babyzen yoyo, dll)— sewa aja biar hemat.
  • Gendongan bayi ergonomis 
  • earmuff (buat nutupin telinga bayi pas long flight, walaupun ujungnya kagak demen dia, sumpel pake earplug)– kalo ga punya sewa saja
  • Neck pillow yang bisa digulung / dikempesin
  • Susu dan snack untuk toddler, makanan darurat dan bumbu instan (inget ya ga boleh bawa daging2an).
  • Pocket wifi (sewa aja pilih pick up dan drop di bandara)
  • Sling bag: untuk passpor dan duit. 

Semua barang besar dikemas dalam zipper bag dan di-press supaya ga makan tempat-apalagi mantel bulu angsa wkwk..

Alhasil kami cuma bawa 2 koper medium, 1 koper kabin, 1 diaper bag, 1 tas isi stroller. No jinjing-jinjing barang kecuali abis beli makanan dsn minuman di minimarket.

Pembagian tugas:

Mamak: Gendong bayi di depan, geret koper kabin+sematan diaper bag, nuntun toddler. Kalo toddler capek pake stroller.

Bapak: Bawa 2 koper medium dan gendong tas stroller, kalo stroller dipake ya gendong diaper bag.

Tenang saja ini hanya sampai drop baggage atau perjalanan pindah kota. Mostly pun, ketika pindah kota Koper besar kita sudah di kirim ke alamat di kota selanjutnya.

Itinerary

Rencana perjalanan dan itinerary sebetulnya sudah dibuat jauh-jauh hari, tapi ya namanya manusia pasti aja berubah-ubah. Dan sebetulnya itinerary yang kita pakai betul2 ekspres dan melelahkan, karena memang kita ada agenda2 yang mengharuskan pergi ke kota2 tertentu. Jadi 9 hari di Jepang kita sudah ke: Tokyo, Nagano, Kawaguchiko, Nagoya, Mie, Kyoto, Osaka (dalam periode golden week). Kebayang ga capek nya? wkwk ga bawa anak aja ngos-ngosan. Tapi ya sudahlah karena ada agenda2 itu tadi.

Jadi disini mamak yang mantan tour guide ga bisa excuse gara2 bawa anak jadi boyot atau ga hafal jalan. Harus harus pisan multitalenan!

Untungnya anak-anak minim rewel, kecuali si bayi pas flight pertama rewel mulu akibat kolik dan bindeng telinga. 

Kita memutuskan land tour mandiri tanpa travel karena kalo ikut travel betul2 tok harus ikutin rencana perjalanan mereka, sedangkan kita ingin ke tempat2 tertentu sesuai agenda kita dan ke tempat hidden gems yang ga terlalu touristy, ditambah lagi bawa anak2 itu ga bisa diprediksi. Meskipun anak2 cenderung aman damai tentram, tapi ada aja kejadian: misalnya, 10 menit sebelum naik shinkansen, si toddler ingin poop, dan lama banget di toilet, mana ga ada bidet. alhasil kita lari2 ke track shinkansen dengan kondisi si toddler ga pakai sepatu, belum sempet. Untungnya dia mau diajak lari2. Juga ada drama si bayi yang poop di bus dan baunya surgawi, kalo naik kereta maunya tetap digendong berdiri dalam dekapan mamak. Sampai encok. Oya. masa golden week di Jepang itu transportasi antar kota super crowded, pernah kami naik Tokyuu (limited express yang dg harga beli kursi jugs) tapi berdiri di lorong! jackpot banget ga sih! hampir 7 th tinggal di Jepang dulu ga pernah ngalamin gitu, petugasnya nyuruh2 masuk bae yak. Btw, klo naik shinkansen pakai JR Pass, datanglah ke midorino madoguchi dulu buat reserve tiket gratis, bisa reserve juga tempat menyimpan bagasi (oya dalam waktu dekat, kita betul2 harus reservasi untuk simpen bagasi ketika naik shinkansen, ga bisa lagi tuh ditaruh di depan seenaknya). Untuk anak-anak masih free ya, kecuali mereka mau duduk sendiri, nah kita pilih naik shinkasen yang 3 seat, kita ksi seat window dan aisle sehingga yang ditengah kosong bisa di isi toddler (mohon untuk tidak ditiru tapi mostly japanese family juga begitu).

Untuk tempat yang dituju (selain daripada tempat yang masuk dalam agenda dan kepentingan lain) kami pilih yang jauh dari keramaian dan little touristy apalagi kemarin bertepatan dengan golden week. Tempat wisata golden route udah kaya cendol. 

Kami sempatkan ke salah satu kota onsen tertua di Jepang dan kebetulan area ski nya masih buka (ini pun hasil mantengin https://www.snow-forecast.com/countries/Japan/resorts/A-A ). Next time saya share hidden gems dan cara ke tempat-tempat yang ga terlalu touristy. 

Untuk perjalanan sendiri, kadang kalau si toddler udah cape jalan atau kondisi dia tidur dan harus pakai stroller, kita harus pilih gerbong yang mudah untuk priority, usahakan masuk ke gerbong yang ada tanda priority seatnya, walau pun kita ga duduk di seatnya (sama aja kadang org jepang ga terlalu aware, di priority seat masih aja ada muda mudi or bapak-bapak duduk, sekali waktu yang nawarin duduk adalah obachan/nenek, it’s OK! karena si baby tetap milih emaknya wajib berdiri) tapi akses ke elevator baik naik maupun turun akan lebih dekat. Btw, siapkan “betis” karena tiap hari jalan kaki bisa sampai 5-10 km, dan si toddler did it! kecuali pas sekali waktu di beberapa kota terakhir udah capek dia.

Persiapan penerbangan

Karena kita muslim, kita pesan by custom moeslem meals (moml) via website maskapai juga pesan priority seat yang sudah include basinet. Ini free yaa.. meskipun kita booking tiket via aplikasi lain, makanan dan fasilitas untuk kids friendly + priority itu free of charge. 

Banyak-banyak briefing anak kalo kita akan perjalanan jauh, naik pesawat. 

Ga perlu banyak bawa barang, isi diaper bag itu dengan barang darurat seperti baju ganti anak, diapers, susu, snack, obat pribadi, alat mandi/cuci muka, tisu kering, tisu basah, earmuff/earplug, neck pillow, mainan, minuman (minuman bisa dibawa ko inflight asal bilang untuk anak wkwk). Malah maskapai yang kami tumpangi sediakan banyak mainan anak, snacks, juga es krim, dan diaper trash bag (tentunya, waktu si bayi poop on board). Oya satu lagi, kami pake 1 poket tas isinya paspor, juga 1 sling bag ramping isinya duit cash, yang bawa 2 tas krusial itu adalah tugas pak suami, sebab dia lebih disiplin dan teratur. wkwk

Sayangnya, karena tiket promo, penerbangan kita berangkat pagi dan sampenya sore, jadi sebetulnya bukan dalam masa jam tidur. Meskipun demikian, ada kalanya anak tidur sih. Kalau ada pilihan, lebih baik pilih penerbangan malam, sampainya pagi.

Oya, jangan lupa isi https://vjw-lp.digital.go.jp/en/ supaya ga antri lama di imigrasi. Tenang, Jepang mah kids friendly dan ramah sama yang priority, pasti kita ditawarin naik buggy car atau langsung ke gate prioritas. Dan hampir semua nursing room nya lengkap! even itu di dalam shinkansen. Anget pula klo duduk wkwk..

Penginapan

Di hampir perjalanan kami, kami memilih sewa apartment via aplikasi air b n b. Ada pertimbangan mendasar yaitu lebih murah, bisa masak, bisa nyuci dan cenderung lebih besar dari hotel pada umumnya. Jadi setiap habis pulang ke apartmen, saya sempatkan belanja ke minimarket/supermarket terdekat, malam harinya nyuci baju pakai mesin cuci + detergent yang disediakan host (yang konon katanya pakaiannya gakan cepet kusut), sambil nunggu bisa sambil berendam/ofuro. Mostly, anak-anak happy. Pagi2 nya, sempatkan masak untuk sarapan atau bekel perjalanan. Untuk urusan makanan, si toddler ini memang tricky, karena dia cenderung picky eater (kaya bapaknya), jadi ya mari menganut sistem “bebaskeun”, bebaskan saja mereka makan kapan dan apa aja, kalo lapar juga bilang dan pasti minta makan. Noted ya, kita selalu usahakan cari resto halal atau pilih bento box/onigiri yang muslim friendly, mamak agak strict sama begituan, apalagi kalo “makan yang penting asal bukan babi”, wih big NO!

Ada beberapa kondisi yang akhirnya kita menginap juga di hotel karena pertimbangan lebih efisien dan dekat akses ke bandara atau karena stay di kota tersebut cuma 1 malam aja, jadi pilih hotel dekat stasiun.

Memang harga penginapan lumayan pricey yaa karena kemarin kita traveling pas golden week. Memakan cost hampir 40% dari biaya traveling wkwk..

Tapi saya kasih tips deh lokasi-lokasi yang mudah djangkau, harganya masih miring (untuk tokyo: cari sekitaran nishinippori, gotanda, uguisudani, dsk), pilih yang dekat stasiun JR karena lebih ga pusing rutenya, hindari dekat stasiun besar yaa.. 1 atau 2 stasiun dari stasiun besar OK! sekali-kali pas bawa koper banyak, bisa naik taxi (saya pake aplikasi DIDI). Bisa cek rekomendasi saya lainnya di sini. 

Oya, pas pindah-pindah kota, kami sempat kirim koper besar kami 1 ke airport (ta Q Bin), 1 lagi ke kota tujuan terakhir. Jadi ada masanya kami split barang jadi 3 kategori. 

  • Kategori 1 baju dan barang yang tidak akan dipakai lagk yaitu masuk dalam koper yang akan di kirim ke bandara,
  • Kategori 2 yaitu baju dan barang yang akan dipakai selama 3 hari perjalanan sebelum sampai di kota terakhir, masuk dalam koper kabin size (gimana caranya harus muat untuk 4 orang wkwk), koper ini akan di bawa kemanapun kita pergi
  • Kategori 3 yaitu baju dan barang yang akan dipakai di kota terakhir (H-2 kepulangan), masuk dalam koper yang kita kirimkan ke kota terakhir, usahakan sisakan space untuk beli oleh-oleh di koper ini (walaupun pada akhirnya, ga bawa oleh oleh banyak karena ga sempat dan kami bukan tipe yang demen belanja) wkwk.

Intinya, traveling with one baby and one toddler is challenging, but it can be an enlightening and eye-opening experience for kids!

Kita harus bisa kerjasama, ga bisa manjalita. Buang deh jauh-jauh standarisasi kalau ga mau ribet. Bisa ko! asik aja ga semenyeramkan itu. Untungnya anak-anak adalah morning person yang ga susah dibangunin. hoho.

Next time, mamak cerita lagi soal hidden gems, yang gimana caranya nemu salju, nemu sakura juga walaupun udah late spring! Kalau soal budget mah DM aja wkwk..

Salam dari mamak yang foto depan toko LV dg unusual manner 😁

Blog at WordPress.com.

Up ↑