PART 1 (Jalan lain ke Negeri Biru)

Lama gak nulis tentang going abroad. Padahal dulu paling rajin simpen link-link tentang cara, akses, beasiswa ke luar negeri (mungkin karena dulu masih mikir ke luar negeri gratis itu punya kesan gaya dan bisa sekalian jalan-jalan gratis selain ngasih pengalaman ketemu Bule-It’s a simple honestly reason for everyone).
Seminggu lalu saya sempat buka beberapa catatan link yang dulu pernah saya share, ada diantaranya yang udah non aktif juga sih. Cuma ada hal yang membuat saya nge-flashback ke 5 tahun yang lalu, tahun 2010, saya sempat ikut exchange trip ke Eropa, namanya International Student Conference in Maribor (SCiM) di Slovenia (cek di sini dan di sini). Jujur, waktu itu saya masih cupu (masih pertama kali ke luar negeri dan dapet tiket gratis bisnis di umur 20 tahun dan sendirian-ya mirip-mirip cerita “Note from Qatar” lah.. :P). Karena masih ngerasa gak puas dengan tripnya, waktu itu musim panas yang gak jauh beda dengan cuaca di Indonesia dan saya cuma punya waktu yang sedikit banget buat europe tour (cuma ke beberapa kota klasik di Eropa Timur yang mayoritas punya kastil-kastil megah dan tua seperti Vienna, Graz, Prague, Ljubjana, Ormoz, Zagreb, dan Milan), sampai akhirnya dulu saya pernah bilang, ” nanti saya pasti balik lagi ke benua biru ini. Pasti!”

Singkat cerita sekarang saya lagi ambil program doktor di Jepang, Universitas yang sama dengan double degree master program yang saya ambil dua tahun lalu (setelah nyumpah-nyumpahin gakan pernah mau ke Jepang dari kecil karena takut dianiaya-efek denger cerita penjajahan jaman Jepang). Karena tuntutan untuk bisa publikasi ilmiah dan berpartisipasi dalam konferensi, saya iseng-iseng submit paper saya untuk beberapa jurnal dan konferensi. Salah satunya World Aquaculture Society Conference di Montpelier, Perancis September lalu. Saya mendapat informasi tentang dunia akademis dan riset dunia ini dari salah satu senior saya yang sedang kuliah di Perancis, sayangnya karena keterlambatan submit di akhir regristrasi, paper saya hanya akan bisa di presentasikan jika dalam 2 minggu saya bisa mempersiapkan keberangkatan saya (Termasuk dana perjalanan dan makan). Udah give up duluan :(. tambah lagi Professor saya gak menyanggupi membiayai dengan dana penelitian yang ada untuk konferensi di Eropa nun jauh di sana. Ada cara lain, kampus saya di sini kebetulan bisa mendanai peneliti muda lewat penjaringan fakultas, namanya “Young Researcher Grant“. Penjaringan/proses seleksi dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan durasi dari mulai seleksi sampai pengumuman kurang lebih butuh waktu 2 bulan. Jadi dengan kata lain, untuk keberangkatan konferensi/training/course bulan 7, 8, 9 kita harus masukan berkas seleksi pendanaan via fakultas minimal bulan ke-5 dan akan diumumkan pada bulan ke-6. Akhirnya saya nyerah dan merelakan “Perancis” begitu saja, padahal ada beberapa professor yang udah saya tag untuk jadi editor saya dan ingin diskusi dengan ahli-ahli di bidang saya :(. Kedua kalinya saya submit paper ke konferensi yang diadakan pada bulan Oktober, Aquaculture Europe 2015 di Rotterdam, Belanda (Bukan karena ngebet banget pingin ke Eropa lagi sih.. cuma kebetulan aja yang “berjodoh” kesana lagi). Karena udah paham dengan mekanisme pendanaan dari pemerintah Jepang ini dan belajar dari kesalahan-kesalahan sebelumnya, begitu ada pengumuman “paper accepted” saya langsung daftar untuk pendanaan di fakultas (kebetulan waktu itu masih bulan Agustus, jadi saya masih punya batas waktu 2 bulan, dan kebetulan timingnya pas, bisa daftar untuk pendanaan konferensi yang diadakan bulan 10, 11,12).

Akhirnya setelah menunggu kurang lebih 1 bulan, pihak fakultas menghubungi saya, bahwa perjalanan saya akan di danai dari dana “Young Researcher Grant” ini dengan catatan pembayaran dilakukan dengan sistem re-imburse dan maksimum penggantian sebesar 200.000 yen atau setara dengan 23 Juta rupiah. Akhirnya dengan sisa waktu yang tinggal 1.5 bulan lagi, saya segera cari maskapai lowfare, penginapan, dan konfirmasi kedatangan ke pihak penyelenggara. Gak seperti waktu masih di Indonesia, biasanya saya ngurus semua trip ke luar negeri sendiri, di Jepang agak sedikit ribet. Setelah cari-cari info sana-sini, saya memutuskan untuk menggunakan travel agent yang diinformasikan oleh salah satu teman WNI di Jepang (cek link). Meskipun demikian, tetep aja prosesnya ribet, karena semua formulir dan pernyataan dalam bahasa Jepang dan nama saya sempat dipermasalahkan (lagi untuk kesekian kalinya), karena terlalu ribet dan terdiri dari 3 suku kata. Hari pertama saya datang ke travel agent ternama itu, aplikasi saya di pending, karena mereka merasa perlu mendapat kepastian dari pusat apakah saya-dengan nama sepanjang ini-boleh berpergian keluar negeri, notabenenya orang Jepang sendiri hanya punya nama yang terdiri dari dua suku kata, nama depan dan nama keluarga. Sudah berdebat panjang lebar dengan logika bahwasanya; saya, bisa sampai di Jepang tanpa ada masalah dengan nama ini, dan sedikit mendramatisirkan bukti-bukti bahwa dulu saya pernah “berhasil”memasuki wilayar Eropa dengan “nama ini”, rasanya memang orang Jepang itu terkenal “kaku”. Mau ga mau nunggu sampe besoknya. Cuma beruntungnya, saya beneran dapet tiket lowfare Cathay Pacific yang lagi promo dengan total round trip sekitar 50.000 yen atau setara dengan 5.5 Juta Rupiah (Nagoya-Amsterdam), 2015 dapet harga segitu udah luar biasa :p. Akhirnya semua invoice dan insurance berhasil dikeluarkan, waktunya ngurus visa ke kedutaan kerajaan negeri Belanda di Tokyo. Karena budget yang minim dan waktu yang mepet, saya memutuskan pergi dari Mie (tempat saya tinggal) ke Tokyo naik bus Malam yang cuma sekitar 3000 Yen atau setara dengan 350.000 rupiah (Info salah satu perusahaan traveling around Japan by Bus bisa di cek di sini, di samping harga terjangkau, nyaman, pesan online, ada potongan harga untuk student, bayar di convinience store dan di konfirmasi di TKP pas berangkat–>promotor gak dibayar :p). Malamnya saya berangkat pukul 10 malam dari kota Tsu dan sampai pukul 6 pagi di Shinjuku Tokyo. Kebetulan di bis saya ketemu dengan rekan saya dari Bangladesh yang lagi Ph.D juga di lab tetangga sebelah, dia juga memang mau ngurus visa karena ada konferensi di Kanada. Setelah sampai di Tokyo, saya langsung menuju kedutaan Kerajaan Negeri Belanda untuk mengurus semua berkas dan aplikasi, letaknya gak jauh dari Tokyo tower. Karena saya sampai terlalu pagi (jam 7 dan kedutaan buka jam 9), yah, ngopi dan sarapan dulu di starbucks terdekat sambil baca-baca buku (ini udah toko kopi yang cukup convenience dan terjangkau di sini loh soalnya ada internet gratis dan ada toko bukunya).

IMG_9857
Pemandangan Tokyo Tower dari Starbucks depan Embassy (Kalau mau ke Embassy The Netherlands di Tokyo pakai Google maps, hati-hati ditunjukinnya pintu depan Jembatan ini, padahal setelah sampai persis di depannya “Tamu hanya boleh masuk lewat pintu belakang” dengan kata lain harus memutar 1 Km ke belakang gedung -_-)
IMG_9860
Jelong-Jelong Cantik ke Tokyo Tower selesai apply visa (jalan kaki)
IMG_9872
Shinjuku Love in Tokyo (nunggu bis malam yang pool-nya di daerah shinjuku, jangan kaget banyak gelandangan/homeless/musafir berkeliaran. Photo taken by temen Bangladesh leb tetangga yang kebetulan 1 bis lagi pas mau balik ke Tsu)

 

Singkatnya, gak butuh waktu lama buat ngurus visa,  gak sampai 1 jam udah beres sedangkan bis pulang saya jam 11 malam dengan durasi perjalanan yang hampir sama, sekitar 8 Jam kembali menuju kota Tsu tercinta, damai, sentosa. Entah harus komentar apa lagi dengan penanganan pengurusan visa oleh kedutaan kerajaan negeri Belanda ini, baru paginya saya sampai di kota Tsu, sorenya sudah dapat email notifikasi dari Embassy of The Netherlands RSO ASIA di Kuala lumpur tentang pengiriman paket paspor berisi visa melalui agen titipan kilat internasional (Jadi ceritanya kamis pagi saya menyerahkan paspor ke kedutaan di Tokyo, mereka bilang visa saya akan diterbitkan di Kuala lumpur selaku RSO Asia-nya Embassy of The Netherlands, eh ini Jumat siang visa saya sudah di kirim dari KL ke alamar rumah saya di Tsu dan akan sampai di Sabtu pagi, berarti logikanya hari kamis itu paspor saya langsung di kirim di KL untuk ditempel visa schengen,,,ajib, dulu saya ngurus visa schengen di Jakarta rada sedikit lama, malah baru dapet sehari sebelum keberangkatan). Untuk cek persyaratan pengajuan visa ke eropa(terutama tujuan Belanda) bagi orang asing yang tinggal di Jepang, bisa cek di sini.

—Dua minggu berlalu—

Packing koper ukuran 10 Kg selesai! Karena keberangkatan saya dari Negeri Doraemon yang serba ajaib, waktu itu saya banyakin aja bawa nasi (nasi package yang tinggal masuk microwave 3 menit dan tahan lama), abon, rendang, nori, plus alat pembuat onigiri(bacang ala Jepang), makanan ringan, bubuk cabe (karena doyan banget pedes), kopi, beberapa mantel bulu-bulu angsa yang tahan dingin lengkap dengan longjohn dan aksesoris musim dingin (temparatur musim gugur di Belanda sedikit lebih rendah dari kota Tsu, pakaian musim *sedikit dingin wajib bawa!!), baju resmi, sepatu, dan obat-obatan pribadi khususnya diapet, karena dulu saya langganan ke toilet ketika makan roti terus sebulan :P.

Saran Perbekalan Packing 10 Kg
Saran Perbekalan Packing 10 Kg

 

Keberangkatan saya dari Nagoya Chubu Centair sekitar pukul 4 Sore. Perjalanan menuju Nagoya Airport dari kota Tsu yang merupakan kota pesisir ditempuh menggunakan kapal ferry sekitar 45 menit dengan biaya sekitar 2rb yen dan bisa didiskon dengan kartu sakti student card, langsung ke pintu bandara (Bandaranya pun berada di lahan reklamasi tengah laut), dan perjalanan ke dermaga Tsu dari apartment saya sekitar 20 menit menggunakan bus/mobil (untungnya dengan sedikit melempar umpan ke Supervisor dan pasang mata kucing, Supervisor saya berbaik hati menawarkan mengantar saya dengan segembol backpack dan koper dari apartment ke dermaga). Perjalanan darat 20 menit dengan mobil Sensei jam 12.30, Perjalanan laut 45 menit 13.00 di ombang-ambing ombak teluk Ise, Samudera pasifik cukup membuat saya pengen muntah dan menegak antimo :p (katro sih orang Cimenyan mah..). Singkat cerita, sampai di bandara segera ke counter check-in (berhubung saya udah check-in online, jadi gak usah ribet, cukup drop barang dan minta print out boarding pass, biasanya bagi yang menggunakan aplikasi mobile boarding pass gak akan di kasih lagi print outnya tapi saya minta karena butuh buat setor re-imburse).

See You Again, Japan!!!
See You Again, Japan!!!
Horizon Twilight of Dusk
Horizon Twilight of The Dusk

Penerbangan lowfare pasti pake transit, kali ini saya transit di Hongkong setelah terbang dari Nagoya sekitar 4 jam kurang. Masih ada sisa 4 jam lagi untuk penerbangan selanjutnya (Masih belum jet lag lah, baru beda 1 Jam lebih lambat dari Jepang/satu Jam lebih cepat dari WIB), yang jelas saya lapar dan ngantuk, oya! jangan lupa bawa colokan internasional, colokan di Hongkong itu 3 lubang, banyak traveler gak bisa nge-cas hape karena beda colokan. Bandara ini luas banget dan keren banget, jadi ga usah khawatir kehabisan tempat nongkrong. Akhirnya saya cari spot tempat duduk yang ada colokan, deket WC, dan dispenser air panas, kebetulan masih punya onigiri dan roti yang saya bawa, jangan lupa bawa tumbler/termos buat isi ulang tap water di bandara (karena musim dingin .

Hallo Hongkong!! Numpang istirahat sebentar ya buat si makhluk tropis yang nundutan
Hallo Hongkong!! Numpang istirahat sebentar ya buat si makhluk tropis yang nundutan

Naik lagi ke Pesawat jam 00.15 waktu Hongkong, dapet makan lagi, makan terus. Meskipun lowfare, Cathay Pacific (Yang katanya masuk top 5 masakapai terkece di dunia tahun 2015) ini paling loyal sama menu makannya loh, perjalanan jauh pasti dikasih 3 kali makan dan 1 kali snack, meskipun duduk di economy class tapi kita bisa milih beberapa menu pilihan (Ga ada menu Halal food sih, tapi untungnya ada pilihan ikan dan vegetarian).

—-ngeng ngeng  gujes gujes—

Sampailah di Schiphol International Airport jam 6 pagi waktu Belanda (-5 Jam dari WIB/-7 Jam dari Jepang karena belum masuk saving daylight for winter time). Masih gelap buta jam segini..Goeden Morgen Schengen!!!!!

Schiphol International Airport
Schiphol International Airport
say "Peace" :v
say “Peace” :v
Hobit
Hobit

 

To be continued…

 

One thought on “Orang Indonesia di Negeri-negeri Penjajah (Part 1)

Add yours

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑