Bayang-bayang

  
Bayang-bayang tinggal setia seperti cermin pada setiap benda yang merefleksi. 

Tapi aku tak berhak menyebutku sebagai refleksimu. Aku terlalu lemah dan naif.
Adalah dirimu, yang entah dengan cara apa aku ingin Tuhan tak pernah memisahkan jalan antara jiwa dan raga, hingga berbeda tujuan ke bumi dan ke angkasa.
Andai waktu tau apa yang semestinya diubah, bukan untuk memutar kemudi, atau memisahkan paket rindu dan kenangan yang tak mau juga di sebut sebagai masa lalu.
Aku hanya ingin Tuhan bisa memberi sedikit ingatan ketika aku bisa memiliki sebelum aku memiliki kesadaran. 

Agar aku tau, apakah mereka hanya mengada-ada atau engkau sungguh menukar jiwamu dengan jiwaku.?

Agar aku tau, rangkulan lemah penuh cinta, sayup terdengar debarmu, ketika malaikatNya sabar menunggu pulang.. Nyatanya, aku tidak pernah benar-benar mencintaimu, aku hanya menangis karena iri. 

Tidak ada yang lebih nyata ketimbang senyummu pada selembar foto yang kudapati setelah 23 tahun kepergianmu..

Lalu, bagaimana bisa aku benar-benar menyombongkanmu dalam selembar foto dan ungkapan terimakasih, jika kita tak pernah bertemu dan aku masih lalai memintal doa-doa untukmu? 

Lalu tak pernah benar-benar mencintaimu, aku hanya iri.

Namun, tetaplah setia dalam intiku, kau terbenam, terpencil sebagai genap yang mengganjil. Yang tergenang ketika aku menangis sepuas-puasnya, yang meriak ketika aku menepi jauh. Iya, disana bu..

Fittrie Meyllia

Tsu-shi, 27th Dec’15 

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑